Purwokerto salah satu ibu kota Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Indonesia. Jumlah penduduknya hampir 292.782 jiwa pada tahun 2014 Berbagai julukan disandang kota di jalur selatan Jawa Tengah ini dari kota wisata, kota kripik, kota transit, kota pendidikan sampai kota pensiunan karena begitu banyaknya sang pejabat-pejabat negara yang pensiun dan akhirnya menetap di kota ini. Di kota ini juga terdapat museum Bank Rakyat Indonesia, karena bank pertama kali berdiri ada disini dan pendiri bank ini adalah Raden Bei Aria Wirjaatmadja putra daerah Purwokerto.
Sejak tahun 2016 Hari Jadi Banyumas diperingati pada setiap tanggal 22 Februari. Sebelumnnya warga Banyumas memperingati hari jadi berdirinya Kabupaten Banyumas berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Banyumas Nomor : 2 Tahun 1990 yang menetapkan tanggal 6 April sebagai hari jadi Banyumas. Landasannya yaitu pada tanggal 6 April 1582 karena pada saat itu R. Djoko Kahiman diangkat sebagai Adipati Wirasaba VII dengan gelar Adipati Warga Utama II oleh Sultan Pajang Hadiwijaya dan selanjutnya menjadi Adipati Banyumas pertama.
Pada saat bupati Banyumas yang ke-31, Ir. H. Achmad Husein beliau mengubahnya menjadi tanggal 22 Februari. Ceritanya bagaimana mengubahnya dan apa landasannya nanti saja pada tulisan lain yang akan membahas soal ini. Kali ini, mari kita baca kisah tentang ibukota Kabupaten Banyumas yaitu Purwokerto. Bagaimana asal-usulnya dan mengapa Purwokerto menjadi ibukota Kabupaten Banyumas, mari kita simak kisah di bawah ini, sebagai upaya untuk merayakan Hari Jadi Banyumas yang ke-447. Semoga tulisan ini bisa menguak sejarah Purwokerto dan sebagai kenangan dan pengetahuan bagi mereka “wong penginyongan” di mana pun berada, baik yang masih tinggal di kampung halamannya atau tengah merantau atau sudah menjadi warga di luar Tlatah Banyumas.
Di Desa Arcawinangun Kecamatan Purwokerto Timur tepatnya di pinggir Kali Pelus ada petilasan berupa tumpukan batu yang menyerupai bekas candi. Konon, itu adalah makam Kyai Kerta. Warga sekitar lalu menamainya dengan sebutan Makam Astana Dhuwur Mbah Kerta. Menurut catatan sejarah purwokerto, reruntuhan itu adalah warisan dari Kadipaten Pasirluhur. Di jaman Belanda, batu-batu yang berserakan di sekitar makam itu dijadikan pondasi Kali Pelus.